PERAN STRATEGIS SUMBER DAYA MANUSIA BIROKRASI PUBLIK DALAM UPAYA MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS TAHUN 2045

PERAN STRATEGIS SUMBER DAYA MANUSIA BIROKRASI PUBLIK DALAM UPAYA MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS TAHUN 2045

 Arrial Thoriq Setyo Rifano, S.H.
Ahli Pertama Polisi Pamong Praja pada Satpol PP & Damkar Kota Madiun
Mahasiswa Pascasarjana pada Magister Administrasi Publik Universitas Terbuka


PENDAHULUAN

Pada tahun 2045, Indonesia diprediksi menjadi negara maju. Untuk menjadi negara maju maka beberapa ukuran (lingkungan, ekonomi, sosial) digunakan dan Indonesia dituntut untuk dapat melakukan upaya pembangunan yang lebih berkelanjutan. (Satria, 2020:66) Salah satu bentuk pembangunan berkelanjutan adalah transformasi pendidikan yang harus menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki growth mindset, bukan fixed mindet. Kondisi dunia yang selalu berubah membutuhkan mindset yang terus berubah. Itulah lompatan yang memungkinkan bangsa Indonesia untuk maju. Hal ini yang harus didorong dalam dunia pendidikan dengan dilandasi integritas yang sangat kuat. Integritas menjadi basis dalam penguatan-penguatan lain, termasuk untuk memperkuat mindset. (Nalang et. al. (Penyunt.), 2020:99) Penguatan mindset ini perlu dilakukan terhadap sumber daya manusia birokrasi publik, yang dikenal sebagai aparatur sipil negara, karena sumber daya manusia ini merupakan penyelenggara pemerintahan yang diberikan tanggung jawab untuk merumuskan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya kreatif guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara adil, demokratis, dan bermartabat. (Ariani, 2022). Tulisan ini akan menganalisis peran strategis sumber daya manusia birokrasi publik dalam upaya mewujudkan Indonesia emas tahun 2045.

 

PERAN SDM BIROKRASI PUBLIK

Aparatur sipil negara mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. (Fatimah & Irawati, 2017:1) Untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dalam menghadapi berbagai tantangan, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil negara menjadi semakin profesional. Undang-undang ini merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang bertujuan untuk membangun aparatur sipil negara yang memiliki integritas, profesional, dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi masyarakat. (Fatimah & Irawati, 2017:3)

UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan dasar dalam manajemen sumber daya manusia, antara lain perubahan dari sistem manajemen sumber daya manusia dengan perspektif manajemen kepegawaian (personnel management) menuju perspektif baru yang menekankan pentingnya manajemen sumber daya manusia strategis (strategic human resource management). (Rosiadi, 2019:85) Hal ini sesuai dengan pendapat Common dalam Rosiadi (2019:40) yang menyebutkan bahwa teknik dan metode manajemen sumber daya manusia yang berkembang di organisasi sektor privat telah diaplikasikan pada organisasi sektor publik. Dengan pendekatan tersebut, ASN dianggap sebagai sumber daya manusia dan sebagai aset negara yang harus dikelola, dihargai, dan dikembangkan dengan baik. (Fatimah & Irawati, 2017:4)

Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, selain untuk menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai politik, hal ini dimaksudkan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam pembinaan karier pegawai ASN, khususnya di daerah, dilakukan oleh pejabat berwenang yaitu pejabat karier tertinggi. Kedudukan ASN berada di pusat, daerah, dan luar negeri. Namun demikian, pegawai ASN merupakan satu kesatuan. (Fatimah & Irawati, 2017:9)

Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. Sebagai pelaksana kebijakan publik, ASN berperan melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, ASN harus memberikan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik dan masyarakat luas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut. Sebagai pelayan publik, ASN berperan memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas. Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, ASN dituntut untuk profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai perekat dan pemersatu bangsa, ASN berperan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. ASN senantiasa patuh dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara, dan pemerintah. ASN senantiasa menjunjung tinggi martabat ASN serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan diri sendiri, perseorangan, dan golongan. Dalam UU ASN disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan dan kebijakan manajemen ASN, salah satu diantaranya asas persatuan dan kesatuan dimana ASN harus senantiasa mengutamakan dan mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa. (Fatimah & Irawati, 2017:10-11)

 

SDM BIROKRASI PUBLIK MEWUJUDKAN INDONESIA EMAS TAHUN 2045

Indonesia pada tahun 2045, dari berbagai sumber, dikatakan memiliki bonus demografi yang terus berlanjut dan akan berkontribusi atau sebaliknya menjadi bencana pada berbagai sektor, tergantung bagaimana bangsa Indonesia menyiapkan generasi saat ini yang pada tahun 2045 akan menjadi pengisi era tersebut, yaitu mereka yang pada saat itu berusia 30 hingga 40 tahun yang disebut mencapai usia produktif atau generasi emas. Harapan terhadap generasi emas 2045 merupakan jawaban terhadap fenomena paradoksal tentang Indonesia. (Ariani, 2022) Banyak negara yang tidak dapat memanfaatkan momen bonus demografi tersebut, sehingga kondisi yang seharusnya dapat menjadi kesempatan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsanya menjadi hilang, bahkan menjadi bencana. Oleh sebab itu, dalam menghadapi bonus demografi, perlu dipersiapkan dan dikelola dengan baik dengan melihat fase-fase yang menyertainya. Fase-fase tersebut diawali dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif, lalu selanjutnya adalah kondisi dimana rasio ketergantungan yang semakin menurun, dan fase akhirnya adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk usia nonproduktif (lansia). (Rudito et. al., 2016:10)

Modal manusia (human capital) sangat penting dalam pembangunan suatu bangsa. Jumlah penduduk yang banyak bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung bagaimana suatu negara mengembangkannya. Korea dan Jepang telah menunjukkan bagaimana pengembangan manusia disertai infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa. Untuk itu diperlukan suatu perubahan dan juga strategi pengelolaan yang mendasar dalam hal pengelolaan manusia Indonesia. Langkah awalnya adalah dengan munculnya UU ASN. (Rudito et. al., 2016:10-13) Untuk mewujudkan birokrasi berbasis human capital, maka muncul tantangan untuk mengimplementasikan birokrasi meritokrasi, dimana karier ASN seharusnya didasarkan pada kemampuan maupun prestasi yang dimiliki. Sistem meritokrasi erat kaitannya dengan profesionalisme, karena pemerintahan yang berlandaskan prinsip ini sepenuhnya hanya akan memilih aparatur yang secara teruji telah memiliki kemampuan dan kualifikasi yang terbaik dalam hal kecakapan (merit) dan keterampilan (skill). Tentunya hal ini tidak mudah karena masih banyak praktik KKN yang terjadi dalam tubuh organisasi pemerintahan. (Rudito, 2016:53-54)

Sistem meritokrasi telah diatur dalam Pasal 1 ayat 22 UU ASN yang didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Adapun human capital mencerminkan kemampuan kolektif organisasi untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh anggota organisasi tersebut. Pasal 51 UU ASN yang mengatur tentang konsep pengembangan human capital, menyatakan bahwa manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan sistem meritokrasi. Sistem ini menjadi angin segar untuk digunakan dalam mengukur kinerja pemerintahan, karena kebutuhan masyarakat saat ini berkembang semakin dinamis, sehingga diperlukan ASN yang lebih cakap dan terampil. Kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dapat berdampak positif pada perekonomian bangsa, dimana negara yang memiliki tingkat Government Index yang tinggi biasanya memiliki prospek bisnis dan investasi yang baik. Pada era ini, manajemen sumber daya manusia dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya dan sanggup untuk membangun kapabilitas strategis organisasi, memperluas batas fungsi manajemen, serta mengelola peran baru dalam meningkatkan kinerja organisasi dengan tidak lagi menitikberatkan fungsi dan proses, melainkan fokus pada hasil dan pencapaian. (Rudito et. al., 2016:54-55)

Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka diperlukan pengembangan inisiatif keberlanjutan yang tidak dapat hanya dilihat pada lingkup perilaku internal pelaku usaha, kelompok masyarakat ataupun lembaga-lembaga negara secara terpisah. Sebaliknya perlu tinjauan kebijakan serta teks peraturan (rule in form) maupun praktik bagaimana kebijakan dan peraturan itu dijalankan (rule in use). Kombinasi penggunaan teks dan praktiknya secara nasional menunjukkan bahwa norma-norma praktis keberlanjutan tidak dapat dijalankan. Hal itu terjadi akibat adanya faktor-faktor internal terutama yang terkait dengan buruknya tata kelola pemerintahan (bad governance) serta faktor-faktor eksternal seperti berbagai bentuk tekanan politik yang selama ini pembicaraan dan pembahasannya masih berada di luar konteks pembangunan berkelanjutan. (Kartodihardjo, 2020:135) Hambatan perbaikan kebijakan mulai dari rendahnya political will, minimnya transparansi dan partisipasi publik, lemahnya penegakkan ataupun maraknya mafia hukum, sampai pada hal-hal teknis seperti ketiadaan data dan perencanaan yang baik. (Kartodihardjo, 2020:139)

Dalam kondisi seperti itu, ASN dituntut untuk melaksanakan kebijakan publik yang telah ditetapkan pemerintah, namun tetap menyesuaikannya dengan kebutuhan masyarakat. ASN harus dapat menjembatani kebijakan publik yang sering kali bertabrakan dengan kepentingan praktis masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan keberanian ASN untuk melakukan diskresi sesuai dengan kewenangannya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar program-program yang telah ditetapkan pemerintah dapat berjalan sesuai dengan target, sementara masyarakat tidak terdampak negatif atau dampak negatif yang diderita dapat diminimalisir oleh kebijaksanaan dari pelaksana kebijakan publik. Di samping itu, peran strategis ASN sebagai pelaksana kebijakan publik perlu dibekali dengan penanaman etika dan moral pelayanan publik, yang menempatkan posisinya sebagai pelaksana kebijakan publik tidak sebagai sarana untuk berkuasa atau untuk memperoleh keuntungan, namun berorientasi kepada kepentingan publik. ASN adalah lini terdepan negara ketika berurusan dengan masyarakat, sehingga dengan ditanamkannya etika dan moral yang baik, maka diharapkan kebijakan publik dapat terlaksana untuk memenuhi kepentingan publik dan tidak terdistorsi untuk memenuhi keserakahan pihak-pihak tertentu, termasuk ASN itu sendiri.

ASN sebagai pelayan publik harus dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat, agar ketertiban dan keadilan dapat tercapai. Birokrasi dibentuk dalam rangka untuk mencapai tujuan bangsa dan negara. Untuk itu, diperlukan berbagai sarana pendukung, antara lain sarana hukum, khususnya hukum administrasi negara, yang mengatur dan memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya dan melindungi warga negara terhadap sikap tindak administrasi negara itu sendiri. Pada dasarnya birokrasi merupakan mata rantai yang menghubungkan pemerintah dengan rakyatnya, dan birokrasi merupakan alat pemerintah yang bekerja untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam posisi demikian, maka tugas birokrasi adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dan merealisasikan setiap kebijakan pemerintah dalam mencapai kepentingan masyarakat. Di samping itu, birokrat juga dituntut untuk mampu menciptakan iklim dan tata kerja baru bagi aparatnya agar dapat mengatasi tantangan di masa yang akan datang. Pelayanan publik hanya merupakan salah satu manifestasi fungsi birokrasi, namun yang terpenting adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang berkualitas yang merupakan kunci utama dalam rangka memenuhi hak-hak dasar/konstitusional rakyat sehingga pembangunan nasional dapat dilakukan secara berkelanjutan (Prabowo, 2022:174-176)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa terdapat beberapa fase dalam bonus demografi, yaitu meningkatnya jumlah penduduk usia produktif, lalu selanjutnya adalah kondisi dimana rasio ketergantungan yang semakin menurun, dan fase akhirnya adalah terjadinya peningkatan jumlah penduduk usia nonproduktif (lansia). Perubahan fase ini memerlukan kesiapan ASN dalam memberikan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat. Masyarakat Indonesia pada setiap fase tersebut tentu memiliki kebutuhan dan tuntutan yang berbeda yang harus dilayani oleh ASN sebagai pelayan publik. Untuk itu diperlukan kecakapan dan keterampilan ASN dalam membaca situasi sosial bangsa Indonesia untuk kemudian mengidentifikasi masalah yang ada dan memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Solusi konkret yang dapat diberikan oleh ASN adalah munculnya inovasi-inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat. Untuk menghasilkan inovasi yang tepat guna, dibutuhkan kemampuan mengoperasikan teknologi informasi dan komunikasi bagi ASN. Inovasi yang selaras dengan perkembangan teknologi, tentu akan memudahkan pelayanan publik. Namun demikian, inovasi yang dibuat ASN tidak boleh semata-mata hanya untuk meningkatkan statistik inovasi pelayanan publik, apalagi sekadar hanya untuk merealisasikan anggaran.

Di masa depan, muncul ancaman geopolitik yang dapat menyerang aspek positioning dan ruang Indonesia. Positioning Indonesia yang memiliki lokasi strategis di antara dua samudera dan dua benua memungkinkan munculnya ancaman-ancaman yang berkaitan dengan potensi kekacauan yang terjadi di area batas-batas negara, seperti penyelundupan barang terlarang maupun makhluk hidup, pencurian ikan, perebutan area, kejahatan lintas negara, terorisme internasional, dan masalah kerusakan lingkungan. Sementara pemahaman ruang secara geografis ditunjukkan oleh keluasan dan karakter fisik bumi khatulistiwa yang memiliki kekayaan mineral dan sumber daya alam, berkarakter maritim dan beriklim tropis, serta memiliki banyak lempeng tektonik yang masih aktif yang membawa dampak akan potensi munculnya bencana-bencana alam. Hal ini akan menentukan ruang gerak politik bangsa sebagai kebijakan dan strategi nasional yang harus dapat melindungi seluruh warganya agar dapat terwujud keamanan dan kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara. (Rudito et. al., 2016:56)

Dengan semakin maraknya ancaman geopolitik terhadap kestabilan Indonesia, maka ASN harus menjadi perekat dan pemersatu NKRI. ASN berkedudukan di daerah, pusat, maupun luar negeri, namun ASN merupakan kesatuan. Kesatuan bagi ASN sangat penting, mengingat dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah, sering muncul isu putra daerah yang hampir terjadi dimana-mana sehingga perkembangan birokrasi menjadi stagnan di daerah-daerah. Kondisi tersebut merupakan ancaman bagi kesatuan bangsa. Oleh karena itu ASN harus menyadari peran strategisnya dengan senantiasa memupuk rasa persatuan baik di lingkungan korpsnya, maupun di lingkungan masyarakat. ASN juga harus menangkal infiltrasi ideologi-ideologi ekstrem kanan maupun ekstrem kiri yang mengancam kesatuan bangsa. Dengan pemahaman bela negara yang ditanamkan kepada ASN sejak tahap percobaan (CPNS), maka diharapkan ASN dapat menangkal segala ancaman yang mengancam keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

 

PENUTUP

Berdasarkan UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan pemersatu bangsa. Ketiga fungsi ini memiliki peran strategis dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas Tahun 2045. ASN harus dapat menjembatani kebijakan publik yang seringkali bertabrakan dengan kepentingan praktis masyarakat. Diperlukan kecakapan dan keterampilan ASN dalam membaca situasi sosial bangsa Indonesia untuk kemudian mengidentifikasi masalah yang ada dan memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. ASN juga harus menyadari peran strategisnya dengan senantiasa memupuk rasa persatuan baik di lingkungan korpsnya, maupun di lingkungan masyarakat.


SUMBER

Ariani, F. (Juli 12, 2022). Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045. Dipetik September 19, 2024, dari LAN RI: https://lan.go.id/?p=9996

Fatimah, E., & Irawati, E. (2017). Modul Pelatihan Dasar Calon PNS: Manajemen Aparatur Sipil Negara. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Kartodihardjo, H. (2020). Pembangunan Berkelanjutan dalam Lingkaran Korupsi Sumberdaya Alam. Dalam V. Nalang, R. Anggraini, Samedi, I. Bakhtiar, P. D. Liman, M. Syarifullah, & A. Baihaqi (Penyunt.), 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 (hal. 133-147). Jakarta: Kehati.

Nalang, V., Anggraini, R., Samedi, Bakhtiar, I., Liman, P. D., Syarifullah, M., & Baihaqi, A. (Penyunt.). (2020). 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045. Jakarta: Kehati.

Prabowo, H. (2022). Birokrasi & Pelayanan Publik. Bandung Barat: Bimedia Pustaka Utama.

Rosiadi, A. (2019). Competency-Based Human resouce Management: Manajemen Aparatur Sipil di Indonesia. Bogor: Guepedia.

Rudito, B., et. al. (2016). Aparatur Sipil Negara Pendukung Reformasi Birokrasi. Jakarta: Kencana.

Satria, A. (2020). Pembangunan Berkelanjutan 2045: Tanggapan Atas Orasi 90 Tahun Prof. Emil Salim. Dalam V. Nalang, R. Anggraini, Samedi, I. Bakhtiar, P. D. Liman, M. Syarifullah, & A. Baihaqi (Penyunt.), 90 Tahun Prof. Emil Salim Pembangunan Berkelanjutan: Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 (hal. 66-74). Jakarta: Kehati.

Komentar

Postingan Populer